A. PENDAHULUAN
Islam sangat menganjurkan pemeluknya untuk berusaha, termasuk
melakukan kegiatan-kegiatan bisnis. Dalam kegiatan bisnis, seseorang dapat
merencanakan suatu dengan sebaik-baiknya agar dapat menghasilkan sesuatu yang
diharapkan, namun tidak ada seorangpun yang dapat memastikan hasilnya seratus
persen. Suatu usaha, walaupun direncanakan dengan sebaik-baiknya, namun tetap
mempunyai resiko untuk gagal. Faktor ketidakpastian adalah faktor yang given,
sudah menjadi sunnatullah, sebagaimana Allah SWT Berfirman
ان الله عنده علم الساعة وينزل الغيث
وتعلم ما فى الارحام. وما تدرى نفس ماذا تكسب غدا.
وما تدرى باي ارض تموت. ان الله عليم
خبير.
.
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari
Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam
rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan
diusahakannya besok.dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia
akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Konsep Bagi hasil, dalam menghadapi ketidakpastian merupakan salah
satu prinsip yang sangat mendasar dari ekonomi Islam, yang dianggap dapat
mendukung aspek keadilan. Keadilan merupakan aspek mendasar dalam perekonomian
Islam (Antonio, 2001). Penetapan suatu hasil usaha didepan dalam suatu kegiatan
usaha dianggap sebagai sesuatu hal yang dapat memberatkan salah satu pihak yang
berusaha, sehingga melanggar aspek keadilan.
Bahwa
kegiatan-kegiatan investasi bank Islam oleh para teoritisi Perbanklan Islam
membayangkan mesti di dasarkan pada dua konsep hukum : Mudharabah dan Musyarakah,
atau yang dikenal dengan istilah Profit and Loss Sharing (PLS). Apakah
konsep teoritisi yang ditawarkan dengan sistem Mudharabah dan Musyarakah dalam
literatur fiqih dapat diaplikasikan secara murni dalam tingkat realitas?.
Makalah ini hendak mencermati bagaimana konsep Mudharabah itu dikembangkan
dalam fiqih dan dapat digunakan dalam Perbankan Islam.
MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH DALAM PEMBIYAAN PRODUKTIF
B. Mudharabah
(Trust Financing, Trust Investasi)
1. Pengertian
"Mudarabah"
adalah jenis khusus kemitraan di mana salah satu pasangan memberikan uang
kepada orang lain untuk berinvestasi di perusahaan komersial. Investasi berasal
dari mitra pertama yang disebut "rabb-ul-mal", sementara pengelolaan
dan bekerja adalah tanggung jawab eksklusif yang lain, yang disebut
"mudharib".
Mudharabah Adalah suatu pernyataan yang mengandung pengertian bahwa
seseorang memberi modal niaga kepada orang lain agar modal itu diniagakan
dengan perjanjian keuntungannya dibagi antara dua belah pihak sesuai
perjanjian, sedang kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
a. Kontrak mudharabah dalam pelaksanaannya pada Bank Syariah
nasabah bertindak sebagai mudharib yang mendapat pembiayaan usaha atas
modal kontrak mudharabah. Mudharib menerima dukungan dana dari
bank, yang dengan dana tersebut mudharib dapat mulai menjalankan usaha
dengan membelanjakan dalam bentuk barang dagangan untuk dijual kepada pembeli,
dengan tujuan agar memperoleh keuntungan (profit).
b. Filosofi dasar dari mudharabah
adalah untuk menyatukan capital dengan labour (Skill dan enterpreneur) yang
selama ini senantiasa terpisah dalam sistem konvensional. Dalam mudharabah akan
tampak jelas sifat dan semangat kebersamaan dan keadilan, Hal ini terbukti
melalui kebersamaan dalam menanggung resiko kerugian yang dialami proyek dan
membagikan keuntungan pada waktu ekonomi sedang booming. (Perwataatmaja, 1999)
Mudharabah lebih cocok dalam perbankan Islam dibandingkan dengan
syirkah. Syirkah hanya cocok unjtuk bank apabila bank tersebut berfungsi
sebagai bank partisipan yang aktiv dalam menjalankan bisnis. Bagi bank, hal
tersebut tidak praktis dan merupakan tindakan pemborosan, selain melanggar peraturan
perbankan. Mudharabah bukan hanya cocok dengan bak syariah , namun fungsi pokok
perbankan adalah memberikan modal kepada individu atau kelompok yang ingin
berusaha, dan ini adalah mudharabah (rahman 436).
2.
Landasan Syaria
Secara Umum, landasan dasar syariah Al-Mudharabah lebih
mencerminkan Anjuran untuk melaksanakan usaha. Hal ini tanpak dalam ayat-ayat
dan hadist berikut ini
·
Al-Qur’an
واخرون يضربون فى الارض يبتغون من فضل الله.......
”dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian
karunia Allah SWT (Al-Muzzammil: 20)
Yang
menjadi wajhud-dilalah (وجه الدلاله) atau argument dari ayat diatas adalah yang berarti melakukan
suatu perjalanan usaha.
فاذا قضيت الصلاة فانتشروا فى الارض وابتغوا من فضل
الله....................
“apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu dimuka
bumi dan carilah karunia Allah SWT…. (Al-Jumu’ah 10)
· Al-Hadist
عن صالح ابن صهيب عن ابيه قال: قال رسول الله. ثلاث فيهن البركة
البيع الى اجل والمقارضة واخلاط البر بالشعير للبيت لا للبيع.................
“ Dari Shalih bin Suhaib RA bahwa Rasulullah Bersabda: tiga hal
yang didalamnya terdapat kebaikan: jual-beli secara tangguh, MuQoradhah (Mudaharabah),
dan mencampur Gandum dengan Gandum untuk keperluan rumah bukan untuk dijual”
· Ijma’
Imam Zailai telah menyatakan bahwa
para sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengolahan harta yatim
secara mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit hadist
yang dikutip Abu Ubaid
3.
Jenis-jenis Al-Mudharabah
Secara
umum, Mudharabah terbagi menjadi dua jenis: Mudharabah muthalaqah dan mudharabah
muqayyadah
·
Mudharabah Muthlaqah
Yang
dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama
antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak
dibatasi oleh spesikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis. Dalam pembahasan
fiqh ulama seringkali mencontohkan dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukanlah
sesukamu) dari shahibulmaal ke mudharib yang member kekuasaan
sangat besar.
·
Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah Muqayyadah atau disebut juga
dengan istilah restricted mudharabah/specified mudharabah adalah
kebalikan dari mudharabah muthlaqah, si Mudharib dibatasi dengan batasan
jenis usaha,waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali
mencerminkan kecenderungan umum si Shahibul-maal dalam memasuki jenis usaha.
4.
Aplikasi Dalam Pembiyaan Produktif
Secara teknis, mudharabah adalah akad kerja sama usaha antra dua
pihak,dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan modal, sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola. Karena sifatnya itulah mudharabah lebih
praktis untuk dijalankan pada perbankan Islam dibandingkan dengan syirkah.
Aplikasi mudharabah dalam perbankan syariah dapat berupa :
Pada
sisi penghimpunan dana :
·
Tabungan berjangka, dimaksudkan untuk tujuan umum, yang
dapat dipakai untuk usaha apa saja yang tidak melanggar syariat. Misalnya
deposito biasa.
· Deposito
spesial, dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk usaha tertentu saja.
Pada
sisi pembiayaan :
· Pembiayaan
modal kerja, seperti modal kerja untuk perdagangan, industri atau jasa
·
Investasi khusus, dimana sumber dana khusus dengan
penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul
mal.
5. Manfaat Mudharabah :
· Bank
akan menikmati peningkatan hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat
· Bank
tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap ,
tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak
mengalami negative spread.
· Pengembalian
pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow sehingga tidak memberatkan nasabah.
· Bank
akan lebih selektif dan hati-hati mencari usaha yang bukan hanya sesuai dengan
syariah, namun juga mempunyai prospek yang baik
6.
Permasalahan Mudharabah
Walaupun mudharabah dikatakan sebagai sesuatu yang ideal
untuk perbankan Islam, dan mempunyai banyak keuntungan dan ” lebih baik”
dibandingkan dengan siatem lainnya, namun ternyata mudharabah dalam
kenyataaannya belum menjadi skema pembiayaan yang utama pada bank syariah.
Berdasarkan data dari Internatioanl Assosiation of Islamic Bank (1996), skema
mudharabah hanya diapakai sebesar 20% secara rata-rata pada bank Islam seluruh
dunia. Islamic Development bank juga hanya memakai mudharabah pada sedikit
poyeknya yang kecil. Kondisi perbankan syariah dalam menjalankan Mudharaba juga
tidak terlihat baik. Berdasar statistik perbankan syariah pada Bank Indonesia , akad
murabahah sekitar 70 persen dari total kredit. Di BRI, hampir 96 persen
pembiayaan masih murabahah. Sementara di BSM, pembiayaan mudharabah mencapai
12 persen. (Republika, 19 Juli 2004).
Beberapa permasalahan yang dihadapai sehingga mudharabah menjadi
kurang berkembang, diidentifikasikan natara lain sebagai berikut :
Pertama, kontrak profit loss sharing dikaitkan
dengan agency problems manakala seorang pengusaha tidak mempunyai insentif untuk
memberikan usaha tetapi mempunyai insentif untuk melaporkan profit yang lebih
rendah dibandingkan dengan pembiayaan pribadi dari manager. Argumen ini
berdasarkan ide bahwa pihak-pihak pada transaksi bisnis akan melalaikan jika
mereka dikompensasi kurang dari kontribusi marginal pada proses produksi, dan
manakala ini terjadi pada kasus profit loss sharing, kaum kapitalis
ragu-ragu untuk berinvestasi berdasarkan basis profit loss sharing.
Sebagai contoh A meminjam uang pada bank syariah AZ kemudian ia melaporkan
keuntungannya pada laporan laba rugi yang usahanya lebih rendah. Sehingga,
tingkat profit-loss sharing yang diberikan kepada bank lebih rendah.
Kedua, kontrak profit loss sharing membutuhkan
jaminan agar dapat berfungsi secara efisien. Sedikitnya jaminan hak property
pada kontrak profit loss sharing menyebabkan kegagalan adopsi karena
tidak ada aturan yang melandasi. Pada praktiknya di Indonesia , jaminan hak property
atas profit-loss sharing belum diatur dengan tegas dan jelas
Ketiga, perbankan Islam menawarkan
risiko yang lebih kecil dari pembiayaan dibandingkan dengan perbankan
konvensional. Hal ini berdasarkan konsep mudharabah dan musharakah yang
dianutnya. Tetapi seringkali pelaksanaannya manajemen asset dari mudharabah dan
musharakah tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Idealnya, dana pada perbankan
syariah disalurkan melalui kegiatan investasi pada asset riil. Tetapi pada
kenyataannya di Indonesia ,
pengelolaan asset pada perbankan syariah masih terpusat pada Sertifikat Wadiah
Bank Indonesia
Keempat, batasan peran investor pada
manajemen dan dikotomi struktur keuangan dari kontrak profit loss sharing menimbulkan
ketidak partisipasian. Mereka tidak berbagi kontrak berdasarkan partisipasi
pengambilan keputusan. Disatu sisi terlihat hanya pihak manajemen yang
mengelola dana sedangkan investor hanya menikmati hasilnya.
Kelima, pembiayaan ekuitas tidak tepat
bagi pembiayaan proyek jangka pendek manakala dihadapkan pada tingkat risiko
yang tinggi (efek diversifikasi waktu pada ekuitas). Pada kasus di Indonesia , dimana banyak pengelolaan dana
perbankan syariah yang disalurkan melalui sertifikat wadiah bank Indonesia ,
menimbulkan risiko yang tinggi jika pembiayaan tersebut berjangka pendek dan
lebih berisiko lagi jika bank syariah menyalurkan pengelolaan dana melalui
Jakarta Islamic Index. (Humayon A. Dar and John R. Presley, 2001)
Pada dataran teknis, kelemahan itu bisa jadi memang terjadi pada
bank yang menerapkan mudharabah sehingga bank menjadi kurang serius menggarap
mudharabah. Namun, jika ditelaah lebih lanjut, sesungguhnya kelemahan yang
terjadi pada konsep mudharabah itu bisa dilihat dengan sebab sebagaimana
kelemahan sharing yaitu preferensi dan asymmetric information. sebagai
berikut Kelemahan yang pertama misalnya, terjadi karena adanya moral hazard
dari pelaku usaha (Mudharib) yang cenderung untuk memaksimalkan keuntungan,
sehingga return yang akan didapat oleh bank sebagai shahibul mal menjadi
berkurang. Salah satu penyebab dari keengganan bank menerapkan mudharabah
adalah faktor resikonya yang tinggi dan alasan kehati-hatian (Prudential).
Faktor resiko yang tinggi menyebabkan pihak shahibul mal akan meminta jaminan.
Masalah resiko yang besar sebenarnya lagi-lagi terpulang dari informasi yang
kurang lengkap atau preferensi dari pihak yang terlibat. Resiko biasanya
diakibatkan oleh dua hal, yaitu resiko yang sudah menjadi sunnatullah dalam
berusaha dan resiko moral hazard pelaku usaha (mudharib). Resiko yang menjadi
sunantullah walau tidak dapat dipastikan , namun dapat diantisipasi dengan perencanaan
usaha yang baik. Namun jika resiko itu adalah moral hazard dari pelaku usaha,
maka hal itu tentu menjadi masalah lain.
Sebab lain adalah informasi yang
tidak transparant yang disampaikan oleh mudharib kepada shahibul mal, sehingga
informasi menjadi tidak berimbang. permasalahan tersebut adalah permasalahan
yang terjadi pada sharing, yaitu tidak terjadinya informasi yang
berimbang antara shahibul mal dan mudharib (Asymmertik Information).
Sebab lainnya adalah kinerja dari bank sayariah sendiri. Ini menyangkut
preferensi dari pihak shahibul mal.(Bank)
C. Musyarakah
(Patrnership, Project Financing Participation)
1.
Pengertian
Musyarakah adalah Kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (amal/expertise)
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan
Penerapan yang dilakukan Bank Syariah, musyarakah adalah
suatu kerjasama antara bank dan nasabah dan bank setuju untuk membiayai usaha
atau proyek secara bersama-sama dengan nasabah sebagai inisiator proyek dengan
suatu jumlah berdasarkan prosentase tertentu dari jumlah total biaya proyek
dengan dasar pembagian keuntungan dari hasil yang diperoleh dari usaha atau
proyek tersebut berdasarkan prosentase bagi-hasil yang telah ditetapkan
terlebih dahulu.
2.
Landasan Syariah
· Al-Qur’an
فهم شركاء فى
الثلث.......................
“maka mereka berserikat pada sepertiga......(An-Nisa’ 12)
Ayat ini menunjukkan pengakuan Allah SWT akan
adanya perserikatan dalam kepemilikan harta. Hanya saja perkongsian dalam ayat
ini terjadi secara otomatis (jabr) karena waris.
· Al-Hadist
عن ابى هريرة رفعه قال :ان الله
يقول انا ثالث الشريكين مالم يخن احدهما صاحبه...........................
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah Bersabda: Sesungguhnya Allah Berfirman: Aku
pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak
menghiyanati lainnya” (HR. Abu Daud 2936, dalam kitab Al-Buyu’ dan Hakim)
Hadist qutsi tersebut menunjukkan kecintaan Allah
kepada hamba-hambanya yang melakukan perserikatan selama saling menjunjung
tinggi amanah kebersamaan dan menjahui penghiyanatan.
· Ijma’
Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughni telah berkata:
kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legimasi Musyarakah secara global
walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.
3. Jenis-jenis Musyarakah
Musyarakah ada dua jenis: Musyarakah pemilikan
dan Musyarakah akad (Kontrak). Musyarakah
kepemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau
kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu asset oleh dua orang atau
lebih. Dalam musyarakah ini kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam
sebuah asset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan asset
tersebut.
Musyarakah akad tercipta dengan cara
adanya kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari
mereka memberikan modal musyarakah. Merekapun sepakat berbagi keuntungan dan
kerugian. Musyarakah akad terbagi menjadi: al-‘inan, almufawwadhah,
al-a’maal, al-wujuh dan al-Mudhrabah. Meskipun Al-mudharabah masih ada
perdebatan apakah termasuk kategori Musyarakah atau tidak?
4. Aplikasi dalam Pembiayaan Produktif
· Pembiyaan Proyek
Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk
pembiyaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai
proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana
tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati
· Modal Ventura
Pada lembaga Keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi
dalam kepemilikan perusahaan, Musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura . Penanaman modal
dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan
diinvestasi atau menjual bagian sahamnya. Baik secara singkat atau bertahap.
5. Manfaat Musyarakah
Terdapat banyak manfaat dari pembiyaan secara Musyarakah ini
diantaranya sebagai berikut:
·
Bank akan menikmati penigkatan dalam jumlah tertentu
pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
·
Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu
kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan
/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread.
· Pengambilan
pokok pembiyaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah,
sehingga tidak memberatkan nasabah.
· Bank
akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benar-benar
halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan
benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan.
· Prinsip
bagi hasil dalam Musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank
akan menagih penerima pembiyaan (nasabah) satu jumlah bunga tetap berapapun
keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis
ekonomi.
D. Kesimpulan
a. Penutup
Dari
pembahasan diatas kita dapat menyimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Kerja sama, baik dalam Mudharabah atau Musyarakah adalah
sesuatu yang sangat dianjurkan dalam Islam agar kita dapat saling membantu
dalam menanggung resiko usaha tentu yang sesuai dengan syariah
2. Mudharabah yang termasuk salah satu jenis Kerjasama, yang
saat ini memiliki banyak kendala dalam perkembangannya sehingga shahibul
mal/bank enggan memakai skema kontrak ini.
3. Nilai-nilai yang terkandung dalam Islam dapat menjadi satu
keunggulan preferensi individu muslim.
b. Saran
Potensi masalah yang
timbul dalam pelaksanaan mudharabah dan Musyarakah agar dapat mengatasi
kelemahannya dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu (Muljawan, 2001) :
1.
Peningkatan kualitas preferensi Mudharib dalam menerima amanah dan shahibul mal
2.
Peningkatan kualitas transparansi dalam kontrak seperti penyusunan kontrak yang
lebih terperinci dan pemakaian benchmarking
3.
Penerapan standar akuntansi yang memadai
Daftar Pustaka
· Syafi’I Antonio, Muhammad (2002) “Bank Syariah dari teori kepraktek” Gema Insani Jakarta.
· Muljawan, Dadang.
2001. Bank Syariah, Filosofi dan Operasi. Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia
0 Response to "Mudharabah dan Musyarakah dalam Pembiayaan produktif "
Post a Comment