A. Latar
Belakang
Penyebaran Islam yang telah merambat
dari bagian utara dan barat Indonesia di abad ke tujuh terus menghebat,
terutama setelah abad ke sebelas dan dua belas. Kedatangan Islam ini kemudian
dapat dikatakan secara total menggantikan Hinduisme dan Buddhisme yang telah
berhasil sebelumnya membawa kejayaan Nusantara dengan kerajaannya yang sangat
berpengaruh, rakyatnya yang sangat rajin berdagang hingga ke negeri yang
sejauh-jauhnya, raja-rajanya yang hebat mengagumkan dan candi-candi serta
kuil-kuil tempat pemujaan yang akan menjadi “peninggalan” yang tak akan lenyap
untuk selama-lamanya, membanggakan bagi setiap generasi yang diturunkan, bukan
dalam arti religiusnya yang mungkin karena paham-paham baru diganti dengan
lebih sesuai dengan tuntutan hati nurani manusia, akan tetapi karena
kemampuannya menimbulkan kesan berharga bagi manusia-manusia baru mendatang.
Pengaruh Islam itu masuk hingga ke
dalam sendi-sendi kerajaan dan kepemimpinan rakyat dengan agama Islam, ditandai
pertama-tama dengan berdirinya kerajaan Demak. Tidak hanya kerajaan-kerajaan
dengan kekuasaan ketatanegaraannya saja, akan tetapi juga cara-cara istimewa
yang dipraktekkan oleh para “Wali Sanga” yang telah sanggup mengubah mental
spiritual rakyat dengan mental Islam yang rasional, menghapus ketahayulan,
tanpa mengurangi kegemaran dan apa saja yang disukai rakyat dengan
saluran-saluran baru sesuai dengan ajaran baru.
Gaya baru menurut ajaran Islam dalam
waktu singkat memberi warna pada setiap kerajaan yang lahir dihampir seluruh
negeri, menyambut kedatangan penjajah-penjajah dari ras putih. Adalah telah
menjadi keharusan dan kenyataan sejarah, yang bangsa Indonesia di bawah
raja-raja pemeluk Islam, harus menghadapi penjajahan, memberikan nama-nama
pemimpin raja yang digodok jiwanya oleh geloranya api perjuangan Islam.
Tegasnya, gerakan-gerakan semacam itu dimulai di abad tigabelas. Apabila
kemudian terjadi bentrokan-bentrokan di antara raja atau pangeran-pangeran,
maka tak lain akibatnya muncul kerajaan yang lebih besar dan kokoh kuat. Di
sinilah akan terlihat pasang surutnya peradaban Islam atau yang lebih tepatnya
perkembangan dakwah Islam yang mengalami berbagai polemik dan tantangan untuk
tetap bertahan di tengah kejamnya penjajahan, baik penjajahan bangsa barat
maupun penjajahan Jepang.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan pada sedikit uraian pada
latar belakang maka penulis membuat rumusan masalah yang akan dibahas lebih lanjut
dalam pembahasan sebagai berikut :
1.
Kedatangan
Islam di Indonesia ada yang membedakannya berdasarkan teori-teori tertentu,
teori apa sajakah itu?
2.
Bagaimanakah
sejarah awal masuknya Islam di Indonesia?
3.
Bagaimanakah
perkembangan agama Islam dan kekuatan politik pada masa kolonialisme?
PEMBAHASAN
A. Teori
Kedatangan Islam di Indonesia
Penyebaran Islam di
Indonesia di indikasikan dibawa oleh para pedagang dari berbagai negara,
pertumbuhan komunitas Islam bermula di berbagai pelabuhan-pelabuhan penting di
sumatera, jawa, dan daerah-daerah pesisir lainya. Kerajaan-kerajaan Islam yang
pertama berdiri di daerah pesisir, seperti kerajaan Samudera Pasai, Aceh,
Demak, Banten, dan Cirebon.
Secara umum
terdapat 3 teori besar tentang asal-usul penyebaran Islam di Indonesia, yaitu
teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia. Ketiga teori tersebut di atas
memberikan jawaban tentang permasalahan waktu masuknya Islam ke Indonesia, asal
negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara. Untuk mengetahui lebih jauh dari teori-teori
tersebut, penulis akan mencoba memaparkanya secara singkat.
1.
Teori Gujarat
Teori ini
berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya
berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:
a) Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa
Arab dalam penyebaran
Islam di Indonesia.
Islam di Indonesia.
b) Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama
melalui jalur Indonesia – Cambay – Timur Tengah – Eropa.
c) Adanya batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Malik
Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat.
Pendukung teori
Gujarat adalah Snouck Hurgronye, WF Stutterheim dan Bernard H.M. Vlekke. Para
ahli yang mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya
kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga
bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia (Italia) yang pernah singgah
di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak
penduduk yang memeluk Islam dan banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan
ajaran Islam.
2.
Teori Makkah
Teori ini merupakan
teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori
Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7
dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir). Dasar teori ini adalah:
a) Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di pantai barat
Sumatera sudah terdapat
perkampungan Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.
perkampungan Islam (Arab); dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.
b) Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab
Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir
dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.
c)
Raja-raja Samudra Pasai menggunakan
gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir.
Pendukung teori
Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung
teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi
masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan
besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.
3. Teori Persia
Teori ini
berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari
Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya
masyarakat Islam Indonesia seperti:
a) Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas
meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh
orang Syiah/Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara
Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.
b) Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar
dengan sufi dari Iran yaitu Al – Hallaj.
c)
Penggunaan istilah bahasa Iran dalam
sistem mengeja huruf Arab untuk tanda-tanda bunyi Harakat.
4.
Teori China
Teori ini sangat
lemah, namun kemungkinan membawa Islam ke Indonesia sangat besar. Jika dibilang
penyebar Islam adalah banyak mereka para wirausahawan, hubungan dagang antara
Cina, Arab dan lainnya. Bahkan ketika Cina dipimpin Kubilai Khan, (akhir abad
13) Islam dijadikan agama resmi. Sedangkan Cheng Ho merupakan duta Cina untuk
mengembalikan nama besar Cina setelah dipermalukan oleh Mongol. Ada 36 negara
yang dikunjungi Cheng Ho, dan salah satunya adalah Indonesia.
Keempat teori
tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dan kelemahannya. Maka
itu berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia
dengan jalan damai pada abad ke-7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13.
Proses penyebaran
Islam di Indonesia atau proses Islamisasi tidak terlepas dari peranan para
pedagang, mubaliqh/ulama, raja, bangsawan atau para adipati. Di pulau Jawa, peranan
mubaliqh dan ulama tergabung dalam kelompok para wali yang dikenal dengan
sebutan Walisongo atau wali sembilan yang terdiri dari:
1. Maulana
Malik Ibrahim dikenal dengan nama Syeikh Maghribi menyebarkan Islam di Jawa
Timur.
2. Sunan Ampel dengan nama asli Raden Rahmat
menyebarkan Islam di daerah Ampel Surabaya.
3. Sunan
Bonang adalah putra Sunan Ampel memiliki nama asli Maulana Makdum Ibrahim,
menyebarkan Islam di Bonang (Tuban).
4. Sunan
Drajat juga putra dari Sunan Ampel nama aslinya adalah Syarifuddin, menyebarkan
Islam di daerah Gresik/Sedayu.
5. Sunan
Giri nama aslinya Raden Paku menyebarkan Islam di daerah Bukit Giri (Gresik).
6. Sunan
Kudus nama aslinya Syeikh Ja’far Shodik menyebarkan ajaran Islam di daerah
Kudus.
7. Sunan
Kalijaga nama aslinya Raden Mas Syahid atau R. Setya menyebarkan ajaran Islam
di daerah Demak.
8. Sunan
Muria adalah putra Sunan Kalijaga nama aslinya Raden Umar Syaid menyebarkan
Islamnya di daerah Gunung Muria.
9. Sunan
Gunung Jati nama aslinya Syarif Hidayatullah, menyebarkan Islam di Jawa Barat
(Cirebon)
B. Sejarah
Awal Masuknya Islam ke Indonesia
Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar 20
tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim
delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri.
Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman
ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian,
tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di
pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan
Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi
abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.
Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum
secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara,
adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan
Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo
menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M,
telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu
Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun
746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi’i. Adapun
peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di
Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya
adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya
tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari.
Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli, melainkan makam para
pedagang Arab.
Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk
pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk
pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk
Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut disebabkan
saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu
ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan
Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa
kerajaan-kerajaan ini berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam
dan para pendatang Arab. Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara
lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan
Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda. Thomas
Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa kedatangan Islam bukanlah
sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam datang ke
Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut
kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar
menunjukkannya sebagai rahmatan lil’alamin.
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya
pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan
dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab
yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar diantaranya
adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut, migrasi ini
bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut. Namun
setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai
daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan
terputus. Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum
Muslimin Nusantara disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena
berbagai peraturan yang diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para
penjajah – terutama Belanda – menundukkan kerajaan Islam di Nusantara, mereka
pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang kerajaan tersebut berhubungan
dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka terputuslah hubungan
ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang telah
terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat
Islam Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang
mempersulit pembauran antara orang Arab dengan pribumi.
Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke
kepulauan subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk
menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini
telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat Perang Salib pun
selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi
Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut
Hindu / Budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur pelayaran kaum Muslimin,
maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin kerjasama
dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda
Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam
dari sepanjang pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur mereka pada
tahun 1527 M. Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra
Aceh berdarah Arab Gujarat, yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal
dengan gelarnya, Fathahillah. Sebelum menjadi orang penting di tiga kerajaan
Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon dan Banten, Fathahillah sempat berguru di
Makkah. Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan Turki Utsmani.
Kedatangan kaum kolonialis di satu
sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin Nusantara, namun di sisi
lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata. Hanya kalangan pesantren
(madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun biasanya terbatas pada mazhab
Syafi’i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan, terjadi percampuran akidah
dengan tradisi pra Islam. Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah
sudah terjangkiti gaya hidup Eropa. Kondisi seperti ini setidaknya masih
terjadi hingga sekarang. Terlepas dari hal ini, ulama-ulama Nusantara adalah
orang-orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun banyak diantara mereka
yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru kalangan tarekat inilah yang
sering bangkit melawan penjajah. Dan meski pada akhirnya setiap perlawanan ini
berhasil ditumpas dengan taktik licik, namun sejarah telah mencatat jutaan
syuhada Nusantara yang gugur pada berbagai pertempuran melawan Belanda. Sejak
perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di abad 16 dan 17 seperti Malaka (Malaysia),
Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa, Makassar, Ternate, hingga
perlawanan para ulama di abad 18 seperti Perang Cirebon (Bagus rangin), Perang
Jawa (Diponegoro), Perang Padri (Imam Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar)
C. Agama
dan Kekuatan Politik Masa Kolonialisme
Awal abad 20 M, penjajahan Belanda mulai melakukan politik etis atau
politik balas budi yang sebenarnya adalah hanya membuat lapisan masyarakat yang
dapat membantu mereka dalam pemerintahannya di Indonesia. Politik balas budi
memberikan pendidikan dan pekerjaan kepada bangsa Indonesia khususnya umat
Islam tetapi sebenarnya tujuannya untuk mensosialisasikan ilmu-ilmu barat yang
jauh dari Al Qur’an dan Hadist dan akan dijadikannya boneka-boneka penjajah. Selain
itu juga mempersiapkan unutk lapisan birokrasi yang tdk mungkin dipegang lagi
oleh orang-orang Belanda.Yang mendapat pendidikan pun tdk seluruh masyarakat
melainkan hanya golongan Priyayi (bangsawan), karena itu para pemimpin-pemimpin
pergerakan adalah yang berasal dari golongan bangsawan.
Strategi perlawanan terhadap penjajah pada masa ini lebih kepada bersifat
organisasi formal daripada dengan senjata. Berdirilah organisasi Sarikat
Islam merupakan organisasi pergerakan nasional yang pertama di
Indonesia pada tahun 1905 yang mempunyai anggota dari kaum rakyat jelata sampai
priyayi dan meliputi wilayah yang luas. Tahun 1908 berdirilah Budi Utomo yang
masih bersifat kedaerahan yaitu Jawa, karena itu Sarikat Islam dapat disebut
organisasi pergerakan nasional pertama daripada Budi Utomo.
Tokoh Sarikat Islam yang terkenal yaitu HOS Tjokroaminoto
yang memimpin organisasi tersebut pada usia 25 tahun, kaum priyayi yang karena
memegang maka diusir sehingga hanya menjadi rakyat biasa. Ia bekerja sebagai
buruh pabrik gula. Ia adalah inspirator utama bagi pergerakan nasional di
Indonesia. Sarikat Islam di bawah pimpinannya menjadi sesuatu kekuatan yang
diperhitungkan Belanda. Tokoh-tokoh Sarikat Islam yang lainnya adalah H. Agus Salim dan Abdul Muis, yang
membina para pemuda yang tergabung dalam Young Islamitend Bound yang bersifat
nasional, yang berkembang sampai pada sumpah pemuda tahun 1928.
Dakwah Islam di Indonesia terus berkembang dalam institusi-institusi
seperti lahirnya Nahdatul Ulama,
Muhammadiyah, Persis, dan lain-lain. Lembaga ke-Islaman tersebut tergabung
dalam MIAI (Maselis Islam ‘Ala Indonesia) yang kemudian berubah namanya menjadi
MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia) yang anggotanya adalah para pimpinan
institusi-institusi ke-Islaman tersebut.
Di masa pendudukan Jepang, dilakukan strategi utk memecah-belah
kesatuan umat oleh pemerintah Jepang dengan membentuk kementrian Sumubu
(Departemen Agama). Jepang meneruskan straregi yang dilakukan Belanda terhadap
umat Islam. Ada seorang Jepang yang paham dengan Islam yaitu Kolonel Huri, ia
memotong koordinasi Ulama-ulama di pusat dengan di daerah, sehingga ulama-ulama
di desa yang kurang informasi dan akibatnya membuat umat dapat dibodohi.
Pemerintahan
pendudukan Jepang memberikan fasilitas unutk
kemerdekaan Indonesia dengan membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Kemerdekaan Indonesia) dan dilanjutkan dengan PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) dan lbh mengerucut lagi menjadi Panitia Sembilan,
Panitia ini yang merumuskan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagam Jakarta
merupakan konsensus tertinggi utk menggambarkan adanya keragaman bangsa Indonesia
yang mencari sesuatu rumusan utk hidup bersama. Tetapi ada kalimat yang menjadi
kotroversi dalam piagam itu yakni penghapusan “tujuh kata” lengkapnya kewajiban
melaksanakan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya yang terletak pada
alinea keempat setelah kalimat Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Secara umum terdapat 3 teori
besar tentang asal-usul penyebaran Islam di Indonesia, yaitu teori Gujarat,
teori Makkah dan teori Persia. Ketiga teori tersebut di atas memberikan jawaban
tentang permasalahan waktu masuknya Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang
pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara.
2.
Pada abad
ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah
berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada
abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik
yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam
seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate.
3.
Organisasi
Sarikat Islam merupakan organisasi pergerakan nasional yang
pertama dan bercorak Islam di Indonesia pada tahun 1905 (masa kolonialisme)
yang mempunyai anggota dari kaum rakyat jelata sampai priyayi dan meliputi
wilayah yang luas. Dakwah Islam di Indonesia terus berkembang dalam
institusi-institusi seperti lahirnya Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, dan
lain-lain
B. Saran
Sejarah perkembangan
agama Islam terutama di Indonesia haruslah kita pelajari dan pahami dengan baik
karena hal ini bisa dijadikan bekal pengalaman berharga bagi semua kaum
muslimin Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri. 2000. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada
Mansur Suryanegara, Ahmad. 1995. Menemukan Sejarah:
Wacana Pergerakan Islam di Indonesia. Bandung: Mizan
Waridah Q., Siti, dkk. 2001. Sejarah Nasional dan
Umum untuk SMU Kelas I. Jakarta: Bumi Aksara
Zuhri, Saifuddin. 1979. Sejarah Kebangkitan Islam dan
Perkembangannya di Indonesia. Bandung: Al Ma’arif
0 Response to "Sejarah Peradaban Islam "PERADABAN ISLAM INDONESIA SEBELUM KEMERDEKAAN""
Post a Comment