A.
Latar Belakang Masalah
Anak
usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, psikis, sosial,
moral dan sebagainya. Masa kanak-kanak juga masa yang paling penting untuk
sepanjang usia hidupnya. Sebab masa kanak-kanak adalah masa pembentukan fondasi
dan dasar kepribadian yang akan menentukan pengalaman anak selanjutnya.
Sedemikian pentingnya tersebut maka memahami karakteristik anak usia dini
menjadi mutlak adanya bila ingin memiliki generasi yang mampu mengembangkan
diri secara optimal.[1]
Anak
yang baru lahir (bayi) mengalami proses sosialisasi yang pertama adalah di
dalam keluarga. Dari sinilah anak pertama kali
mengenal lingkungan sosial dan budayanya, juga mengenal seluruh anggota
keluarganya, ayah, ibu dan saudara-saudara sampai akhirnya anak itu mengenal
dirinya sendiri. Dalam pembentukan sikap dan kepribadian anak sangat
dipengaruhi oleh bagaimana cara dan corak orang tua dalam memberikan pendidikan
anak-anaknya baik melalui kebiasaan teguran, nasehat, perintah atau larangan.
Keluarga
adalah kesatuan masyarakat terkecil yang merupakan inti dari sendi-sendi
masyarakat. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi
perkembangan pribadi anak, dikatakan pertama karena sejak anak masih dalam
kandungan dan lahir berada di dalam keluarga, dikatakan utama karena keluarga
merupakan lingkungan yang sangat penting dalam proses pendidikan untuk
membentuk pribadi yang utuh. Jadi semua aspek kepribadian dapat dibentuk di
lingkungan ini. Perilaku ataupun perlakuan orang tua terhadap anak merupakan
faktor yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak, terkait dengan cara
bagaimana orang tua mendidik dan membesarkan anak.[2]
Keluarga
merupakan institusi yang paling penting pengaruhnya terhadap proses sosialisasi
manusia. Hal ini dimungkinkan karena berbagai kondisi yang dimiliki oleh
keluarga. Pertama, keluarga merupakan kelompok primer yang selalu tatap muka
diantara anggotanya. Kedua, orang tua mempunyai kondisi yang tinggi untuk
mendidik anak-anaknya, sehingga menimbulkan hubungan emosional, dimana hubungan
ini sangat diperlukan dalam proses sosialisasi. Ketiga, adanya hubungan sosial
yang tetap, maka dengan sendirinya orang tua mempunyai peranan yang penting
terhadap proses sosialisasi anak.[3]
Kenyataannya adalah tidak semua anak usia dini
mempunyai keluarga yang utuh, yaitu bisa mendapatkan pendidikan keluarga dari
ayah dan ibu. Sebagian anak usia dini mempunyai keluarga tidak utuh, karena
salah satu orang tuanya pergi bekerja ke luar negeri dengan jangka waktu yang
cukup lama, yaitu antara 2-5 tahun, sehingga terjadi ketidak seimbangan dalam
pendidikan keluarga terutama kesenjangan kasih sayang dari ibu, anak akan
merasa kehilangan kasih sayang dari ibu untuk jangka waktu cukup lama. Jadi
peran ibu bagi anak usia dini digantikan oleh ayah, selama ibunya bekerja ke
luar negeri.
Seorang
ayah yang sibuk dengan aktivitasnya tetap harus meluangkan perhatian dan kasih
sayang kepada anak-anaknya sebagai wujud tanggung jawab orang tua dan bukti
kedekatan bersama anak-anaknya. Semua ini sangat diperlukan dalam masa
pertumbuhan dan perkembangan seorang anak.[4] Dalam
hal ini peran ayah sangat penting, terutama dalam mendidik anak. Salah satunya
yaitu peran ayah dalam memberikan pendidikan sosial emosional dan pendidikan
agama bagi anak.
Survei
yang dilakukan peneliti bahwa di Desa Kluwih terdapat beberapa wanita yang
sudah berkeluarga dan mempunyai anak masih berusia 2-6 tahun memutuskan untuk
bekerja menjadi TKW (Tenaga Kerja Wanita) ke luar negeri. Akibat dari
keberangkatan para TKW ini adalah masalah dengan keluarga yang ditinggalkan.
Dengan pilihan bekerja di luar negeri, berarti mereka telah memutuskan untuk
meninggalkan suami dan anak-anak mereka. Dengan kondisi tersebut, dimungkinkan
banyak permasalahan baru yang muncul baik tentang kelangsungan hidup rumah
tangganya maupun masalah pendidikan bagi anak-anaknya. Karena bagaimanapun juga
tugas seorang istri untuk melayani suami dan sebagai ibu yang harus mendidik
anak dengan baik.
Ibu
memegang peran dalam perawatan, pengawasan, dan pendidikan anak. Oleh sebab
itu, pada umumnya anak lebih dekat dengan ibu dari anggota keluarga yang lain.
Dalam keluarga yang berfungsi secara optimal, ibu menjadi contoh dan role model
bagi anak dalam mengembangkan kemampuan sosial emosional dan pendidikan agama
anak.
Fungsi
ibu tidak dapat berjalan ideal pada ibu yang bekerja sebagai TKW. Walaupun
dalam keluarga tersebut peran ibu digantikan anggota keluarga lain seperti
ayah, namun fungsi itu tidak dapat berjalan optimal. Sebagai akibatnya, anak
akan kehilangan perhatian dan kontrol atas perilaku yang mereka lakukan.
Sehingga yang terjadi, anak menjadi nakal dan mengalami ketidakstabilan emosi.
Berdasarkan
permasalahan di atas, peneliti tertarik untuk mengambil judul “Motivasi
Belajar Agama Anak Usia Dini Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Desa Wonomerto Kabupaten Pekalongan” yang berfokus pada
peran ayah dalam keluarga tenga kerja wanita (TKW) dan cara yang diterapkan
seorang ayah (sebagai orang tua tunggal sementara) dalam memberikan pendidikan
sosial emosional dan pendidikan agama terhadap anak usia dininya.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, maka selanjutnya penulis mengemukakan beberapa permasalahan
yang membutuhkan pembahasan lebih lanjut. Pokok-pokok permasalahan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana motivasi belajar
agama anak-anak tenaga Kerja Wanita di Desa Kluwih Kecamatan Bandar Kabupaten
Batang?
2. Apa sajakah faktor pendukung
dan penghambat motivasi belajar agama anak-anak TKW di Desa Kluwih Kecamatan
Bandar Kabupaten Batang?
Untuk lebih jelasnya arah penelitian dan agar terhindar
dari kemungkinan adanya salah tafsir, maka diperlukan definisi dari beberapa
istilah penting sebagai berikut:
1. Pendidikan Anak Usia Dini
Anak usia dini menurut pasal 28 UU
sisdiknas No.20/ 2003 ayat 1 adalah antara 0-6 tahun.[5] Dalam
penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah anak usia dini dalam
keluarga tanaga kerja wanita (TKW) yang rentang usianya antara 2-6 tahun.
Pendidikan usia dini dalam penelitian ini dibatasi pada
peran ayah dalam keluarga tenaga kerja wanita, cara ayah dalam mengembangkan
pendidikan sosial emosional dan pendidikan agama anak usia dini dalam keluarga
tenaga kerja wanita (TKW), yaitu anak yang ditinggal ibunya bekerja menjadi TKW
dan diasuh ayahnya di rumah.
2. Keluarga Tenaga Kerja Wanita
(TKW)
Keluarga adalah suatu
ikatan laki-laki dengan perempuan berdasarkan hukum dan undang-undang
perkawinan yang sah.[6] Tenaga
Kerja Wanita (TKW) adalah sebutan bagi wanita Indonesia yang bekerja di luar
negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.[7]
Keluarga Tenaga Kerja
Wanita (TKW) dalam penelitian ini adalah menggambarkan suatu sisi kehidupan
keluarga dimana salah satu anggota keluarga yaitu si ibu bekerja di luar
negeri, meninggalkan anak yang masih berusia dini dan diasuh oleh ayahnya.
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian
merupakan cita-cita atau apa yang ingin dicapai oleh peneliti dalam melakukan
penelitian. Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui peran ayah
dalam keluarga tenaga kerja wanita.
2. Untuk mengetahui cara ayah dalam
mengembangkan pendidikan sosial emosional pada anak usia dini di desa Kluwih.
3. Untuk mengetahui cara ayah
dalam mengembangkan pendidikan agama pada anak usia dini di desa Kluwih.
D.
Kegunaan Penelitian
Manfaat
yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
a) Secara teoritis
1.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya khazanah keilmuwan
dalam pendidikan, khususnya dibidang pendidikan anak.
2.
Sebagai bahan awal bagi yang hendak mengadakan penelitian selanjutnya.
b) Secara praktis
1.
Untuk mengetahui gambaran tentang peran ayah dalam mendidik anak usia dini
di desa Kluwih.
2.
Dapat menambah wawasan tentang cara pendidikan sosial emosional dan
pendidikan agama pada anak usia dini.
3.
Selain itu, juga dapat bermanfaat bagi para orang tua, sehingga mereka
dapat memantau dan mengetahui perkembangan anak usia dininya.
E.
Tinjauan Pustaka
a) Analisis teoritis
Keluarga merupakan
lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama
mendapatkan pendidikan dan bimbingan. Juga dikatakan lingkungan utama, karena
sebagian besar dari kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga pendidikan
yang paling banyak diterima oleh anak adalah dalam keluarga.[8]
Dalam teori perkembangan,
yaitu teori empirisme yang dipopulerkan oleh Francis Bacon dan John Locke bahwa
“Pada dasarnya anak lahir di dunia, perkembangannya ditentukan oleh adanya
pengaruh dari luar termasuk pendidikan dan pengajaran”.[9]
Pendidikan merupakan
segala macam aktivitas yang berpengaruh pada kekuatan seseorang, kesiapan dan
pengembangannya yang mencakup perubahan pada kecenderungan watak dan akhlak
kita yang secara tidak langsung dilengkapi oleh faktor-faktor lain, seperti
norma-norma syariat, pola kehidupan, tradisi masyarakat dan berbagai macam
lingkungan.[10]
Pendidikan anak harus
dilakukan melalui tiga lingkungan, yaitu keluarga, sekolah, dan organisasi.
Keluarga merupakan pusat pendidikan yang pertama dan terpenting. Sejak
timbulnya peradaban manusia sampai sekarang, keluarga selalu berpengaruh besar
terhadap perkembangan anak manusia. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama
antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Sekolah sebagai pembantu
kelanjutan pendidikan dalam keluarga sebab pendidikan yang pertama dan utama
diperoleh anak ialah dalam keluarga.[11]
Pendidikan dalam keluarga
berlangsung secara tidak formal yakni secara alami melalui pemberian pengalaman
anak, baik melalui ucapan, perbuatan dan sikap yang dilihatnya, maupun
perlakuan yang dirasakannya. Oleh karena itu, sikap dan kepribadian orang tua
dalam kehidupan sehari-hari mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
pembinaan kepribadian anak.
Dasar-dasar tanggung jawab
orang tua terhadap pendidikan anaknya meliputi hal-hal berikut:
a. Adanya motivasi atau dorongan
cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua dan anak.
b. Pemberian motivasi kewajiban
moral sebagai konsekuensi kedudukan orang tua terhadap keturunannya.
c. Tanggung jawab sosial adalah
bagian dari keluarga yang pada gilirannya akan menjadi tanggung jawab
masyarakat, bangsa dan negara.
d. Memelihara dan membesarkan
anaknya.
e. Memberikan pendidikan dengan
berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang berguna bagi kehidupan anak
kelak, sehingga bila ia telah dewasa akan mampu mandiri.[12]
Menurut Hibana Rahman,
dalam bukunya yang berjudul “Pendidikan anak usia dini” menjelaskan, bahwa
pendidikan anak usia dini memegang peranan yang sangat penting dan menentukan
bagi sejarah perkembangan anak selanjutnya, sebab pendidikan anak usia dini
merupakan fondasi bagi dasar kepribadian anak. Anak yang mendapatkan pembinaan
sejak usia dini akan dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan fisik dan
mental, yang itu akan bedampak pada peningkatan prestasi belajar, etos kerja
dan produktivitas. Pada akhirnya anak akan lebih mampu untuk mandiri dan
mengoptimalkan potensi yang dimiliki.[13]
M. Save Dagun dalam
psikologi keluarga menerangkan bahwa seorang ayah berperan penting dalam
perkembangan anaknya secara langsung, mereka dapat membelai, mengadakan kontak
bahasa, berbicara atau bercanda dengan anaknya. Semuanya itu akan sangat
mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya. Ayah juga dapat mengatur serta
mengarahkan aktivitas anak, misalnya menyadarkan anak bagaimana menghadapi
lingkungannya dan situasi di luar rumah, menyediakan perlengkapan permainan yang
menarik, mengajar mereka membaca, mengajar anak untuk memperhatikan
kejadian-kejadian dan hal-hal yang menarik di luar rumah, serta mengajarkan
anak berdiskusi. Semua tindakan ini adalah cara ayah (orang tua) untuk
memperkenalkan anak dengan lingkungan hidupnya dan dapat mempengaruhi anak
dalam menghadapi perubahan sosial dan membantu perkembangan kognitifnya di
kemudian hari.[14]
Berdasarkan penelusuran
yang penulis lakukan ada beberapa judul penelitian yang mengangkat tema yang
sama. Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Muhalifah, NIM 23204110
dalam skripsi yang berjudul “Konsep Pendidikan Keluarga bagi Anak Usia Dini
dalam Perspektif Pendidikan Islam”, disebutkan bahwa pendidikan dalam keluarga
merupakan dasar pertama dari pendidikan anak selanjutnya. Hasil pendidikan yang
diperoleh anak dalam keluarga menentukan arah pendidikan anak selanjutanya.
Sebelum masuk ke sekolah dan mengenal masyarakat, pada umumnya para orang tua
beranggapan bahwa anak-anak yang telah diserahkan kepada sekolah untuk dididik
adalah seluruhnya menjadi tanggung jawab sekolah. Tetapi pada hakikatnya orang
tua juga ikut andil di dalamnya, karena pendidikan yang didapat oleh anak
adalah keluarga.
Pendidikan adalah suatu
proses yang berlangsung secara kontinyu dan berkesinambungan, yang berlangsung
seumur hidup mulai dari kandungan sampai akhir hayatnya. Hasil penelitian ini
menyebutkan bahwa keluarga (orang tua) bertanggung jawab terhadap anak-anaknya
terutama dalam bidang pendidikan. Orang tua sangat berperan terhadap pendidikan
anak usia dini baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dari
ketiga lingkungan tersebut, orang tua tetap berfungsi sebagai pendidik utama.[15]
Nur Nahlati, NIM. 23205070
berbeda dengan Muhalifah, ia meneliti tentang ”Dampak Wanita Karier Terhadap
Pendidikan Agama Islam Anak-anaknya”. Di dalamnya dijelaskan bahwa wanita
memang telah dikodratkan untuk menjadi ibu bagi anak-anaknya dan istri bagi
suaminya. Namun, dengan alasan tertentu wanita bekerja di luar rumah.[16]
Persamaan penelitian ini
dengan skripsi yang pertama yaitu sama-sama membahas tentang pendidikan anak
dalam keluarga, sedangkan dengan skripsi yang kedua sama membahas tentang
pendidikan anak yang ditinggal ibunya bekerja namun perbedaannya terletak pada
jangka waktu ketika ditinggal ibu bekerja. Dalam penelitian ini yang menjadi
objek khusus anak yang ditinggal ibunya bekerja sebagai TKW di luar negeri
dalam waktu yang cukup lama yaitu 2-5 tahun. Perbedaan lainnya dapat dilihat
dari segi metode penelitian, skripsi yang ditulis Muhalifah menggunakan
pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian kajian pustaka, skripsi kedua
yang ditulis oleh Nur Nahlati dengan pendekatan kuantitatif dan jenis
penelitian lapangan. Sedangkan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dan jenis penelitian lapangan.
Jadi kesimpulannya,
penulis tidak menjumpai pembahasan yang sama dengan permasalahan yang akan
disajikan dalam penelitian ini, dengan fokus penelitian pendidikan anak usia
dini dalam keluarga tenaga kerja wanita (TKW), yang meliputi bagaimana peran
dan cara yang diterapkan seorang ayah dalam mendidik anaknya, yang selanjutnya
akan berpengaruh terhadap perkembangan sosial emosional dan pengetahuan agama
anaknya tersebut yang masih berusia dini.
b) Kerangka berpikir
Pembinaan orang tua dalam
keluarga mempunyai peranan penting terhadap perkembangan anak-anak. Orang tua
sebagai pemimpin keluarga memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan anaknya.
Keluarga merupakan persekutuan hidup yang primer dan alami antara pria dan
wanita yang diikat dengan tali perkawinan dan cinta kasih, sehingga mereka
berstatus sebagai suami dan istri. Mereka memiliki tugas dan kewajiban
masing-masing, yaitu saling menghormati, menghargai dan menjaga rumah
tangganya. Kewajiban suami adalah mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhannya,
sedangkan tugas isterinya yaitu mengelola penghasilkan suami untuk kebutuhan
dalam rumah, seperti belanja keperluan dapur untuk setiap harinya, membeli
pakaian untuk keluarga, dan lain-lain.
Berdasarkan perincian tugas
antara suami dan isteri di atas, tugas isteri cenderung selalu di rumah untuk
mengurusi seluk beluk dalam keluarga dan suami lebih banyak di luar rumah untuk
bekerja. Tetapi itu semua tidak berlaku pada beberapa keluarga yang
ditinggalkan isterinya bekerja ke luar negeri, sehingga sebagai pengganti
isteri di rumah adalah suami. Semua hal yang berkaitan dengan urusan rumah
tangga, seperti mencuci dan membersihkan rumah semuanya harus dilakukan
sendiri, terutama dalam mengurus anak yang masih berusia dini, dimana mereka
masih sangat tergantung dengan ibunya.
Peran ganda yang dilakukan
ayah sebagai kepala rumah tangga dan mengurus segala kebutuhan keluarga sangat
sulit, tidak jarang terjadi problematika di dalamnya. Seperti kesulitan dalam
membagi waktu antara pekerjaan, mengurus rumah dan mengurus anak. Sehingga
berakibat pada pendidikan anaknya yang cenderung tidak diperhatikan, khususnya
dalam pendidikan keluarga baik itu pendidikan sosial emosional maupun
pendidikan agama.
F. Metode Penelitian
1. Desain penelitian
a. Pendekatan penelitian
Dalam
penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang dihasilkan
berupa data deskriptif dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan atau kata-kata
tertulis yang berasal dari sumber data yang diamati atau diteliti agar mudah
dipahami.
b. Jenis penelitian
Penulis
menggunakan jenis penelitian lapangan (field
research), maksudnya yaitu penelitian yang dilakukan di kancah atau tempat
terjadinya gejala-gejala yang diselidiki. Dapat juga penelitian ini digolongkan
dalam jenis penelitian studi kasus. Studi kasus adalah suatu penelitian yang
diarahkan untuk menghimpun data, mengambil makna, memperoleh pemahaman dari
kasus tersebut.[17]
2. Sumber data
Sumber data adalah subyek dimana data diperoleh.[18]
Dalam penelitian ini sumber data yang dipakai ada dua, yaitu:
a. Sumber data primer
Sumber data primer adalah data yang diambil atau ditinjau dari sumber
pertama atau langsung dari obyek yang diteliti. Dalam penelitian ini yang
menjadi sumber data primer adalah orang-orang yang menjadi responden yang
mengetahui pokok permasalahan ini yaitu beberapa suami di desa Kluwih yang
ditinggalkan isterinya pergi bekerja ke luar negeri. Hal ini dilakukan guna
mendapatkan informasi yang berkaitan dengan peran ayah dalam keluarga tenaga
kerja wanita (TKW), cara ayah dalam mengembangkan pendidikan sosial emosional
dan pendidikan agama pada anak usia dini umur 2-6 tahun yang ditinggalkan
ibunya bekerja ke luar negeri dan anak di rumah diasuh oleh ayah mereka.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang diambil dari sumber data kedua
atau tidak langsung dari obyek yang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi
sumber data sekunder adalah informan, yaitu pihak yang keterangannya dapat digunakan untuk
menguatkan keterangan dari responden. Informan tersebut merupakan tetangga
maupun kerabat responden. Sumber data sekunder juga berasal dari sumber
tertulis, seperti buku-buku, koran, majalah serta dokumen-dokumen lain yang
relevan tentang pendidikan sosial emosional dan pendidikan agama pada anak usia
dini.
3. Teknik pengumpulan data
Untuk memperoleh data dan informasi yang
dibutuhkan dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode
pengumpulan data sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan langsung.[19]
Metode observasi mendasarkan pada pengamatan terhadap obyek penyelidikan,
disertai aktivitas penulis secara sistematis.[20]
Metode ini digunakan untuk mengadakan pengamatan mengenai interaksi antara ayah
dengan anak dalam rangka mendidik dan mengembangkan kemampuan sosial emosional
dan agama anak. Selain itu juga untuk mengamati lingkungan keluarga di desa Kluwih.
b. Interview atau wawancara
Interview adalah pengumpulan data dengan tanya jawab secara lisan yang
senantiasa mengabdi kepada tujuan penyelidikan. Metode ini digunakan untuk
mengungkap data yang berhubungan dengan pendidikan anak usia dini dalam
keluarga tenaga kerja wanita yaitu khususnya tentang peran ayah dalam keluarga
tenaga kerja wanita, cara yang digunakan oleh seorang ayah dalam mendidik
anaknya, khususnya dalam mengembangkan pendidikan sosial emosional dan
pendidikan agama anak usia dini di desa Kluwih.
c. Metode dokumentasi
Dokumentasi adalah
cara mencari data mengenai hal-hal yang berkaitan dengan variabel, baik berupa
catatan, transkrip, buku-buku dan sebagainya.[21] Metode
dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data-data mengenai gambaran umum desa Kluwih
seperti: data-data tentang luas wilayah, batas wilayah dan keadaan penduduk di
desa tersebut, serta arsip-arsip lain yang berisi
catatan-catatan penting untuk kelengkapan data yang dibutuhkan dalam penelitian
ini.
4. Teknik analisis data
Analisis data adalah
proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data
ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun
ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.[22]
Pada penelitian ini
penulis menggunakan model Miles and Huberman, dimana analisis data dalam
penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan
setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara,
peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila
jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka
peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai tahap tertentu, diperoleh data
yang kredibel. Aktivitas dalam menganalisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif, meliputi tahap-tahap antara lain data collection (periode
pengumpulan data), data reduction/ reduksi data (mereduksi data berarti
merangkum, memilih, hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,
dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu), data display/ penyajian
data (untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang
bersifat naratif), dan conclusion drawing/ verification (penarikan kesimpulan
dan verifikasi).[23]
G. Sistematika Penulisan
Sistematika
dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:
Bab I :
Pendahuluan. Memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab II : Keluarga tenaga kerja wanita (TKW) dan
pendidikan anak usia dini. Pertama meliputi pengertian keluarga, fungsi
keluarga, dan pengertian keluarga tenaga kerja wanita (TKW). Yang kedua meliputi
pengertian anak usia dini, tugas perkembangan anak usia dini, aspek-aspek
perkembangan anak usia dini, dan pengertian pendidikan anak usia dini. Yang ketiga
meliputi pendidikan sosial emosional dan pendidikan agama pada anak.
Bab III : Pedidikan anak usia dini dalam keluarga
tenaga kerja wanita (TKW) di desa Kluwih. Dalam bab ini di bagi menjadi dua sub
bab. Pertama,tentang Gambaran umum Desa Kluwih, meliputi Letak dan luas
wilayah, kondisi sosial dan ekonomi. Kedua, pendidikan anak usia dini dalam
keluarga Tenaga Kerja Wanita di Desa Kluwih Kecamatan Bandar.
Bab IV :
Analisis data tentang tentang Pendidikan
anak usia dini dalam keluarga tenaga kerja wanita (TKW), terdiri atas analisis
data tentang pendidikan anak usia dini dalam keluarga tenaga kerja wanita
meliputi: analisis peran ayah dalam keluarga TKW, analisis cara pendidikan
sosial emosional anak usia dini dan analisis cara pendidikan agama anak usia
dini.
Bab V : Penutup. Dalam bab ini terdiri dari
kesimpulan dan saran.
[2] Gunarsa Singgih, Psikologi Praktik Anak Remaja dan Keluarga (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2000), hlm. 4.
[4] Abdullah Muhammad Abdul
Mu’thi, Petunjuk Ayah yang Sukses (Semarang: Pustaka Adnan, 2006), hlm.3.
[9] M. Sugeng Sholehudin, Psikologi Perkembangan dalam Perspektif
Pengantar (Pekalongan: STAIN Press,
2008), hlm. 43.
[13] Hibana Rahman, Op. Cit., hlm. 4-5.
[14] M. Save Dagun, Psikologi Keluarga (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 15
[15] Muhalifah, Konsep Pendidikan Keluarga bagi Anak Usia
Dini dalam Perspektif Pendidikan Islam (Pekalongan: Perpustakaan STAIN
Pekalongan, 2009).
[16] Nur Nahlati, Dampak Wanita Karier Terhadap Pendidikan
Agama Islam Anak-anaknya (Pekalongan: Perpustakaan STAIN Pekalongan, 2010).
[17] Nana Syaodih Sukmadinata,
Metode Penelitian Pendidikan (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 64.
[18] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik
(Jakarta: PT. Rineka Cita, 2002), hlm. 10.
0 Response to "SKRIPSI : Motivasi Belajar Agama Anak Usia Dini Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Desa Wonomerto Kabupaten Pekalongan"
Post a Comment