- Latar Belakang Masalah
Begitu pentingnya pendidikan bagi setiap
manusia, karena tanpa adanya pendidikan sangat mustahil suatu komunitas manusia
dapat hidup berkembang sejalan dengan cita-citanya untuk maju, mengalami
perubahan, sejahtera dan bahagia sebagaimana pandangan hidup mereka. Semakin
tinggi cita-cita manusia, maka semakin menuntut peningkatan mutu pendidikan
sebagai sarana pencapaiannya. Hal ini termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Mujadalah ayat 11
:
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu,
maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.[1]
Karena itu, sejak lima dasawarsa terakhir
diskursus di seputar pesantren menunjukkan perkembangan yang cukup pesat.
Pesantren sebagai salah satu format lembaga pendidikan dipercaya sebagai
formula jitu yang dapat menangani permasalahan-permasalahan umat dewasa ini,
mengingat perkembangan dunia pendidikan dewasa ini tampak sangat
memprihatinkan. Tihanya pendidikan Islam saja bias dengan tanpa mengurangi
nilai-nilai dan pandangan hidup yang sudah berjalan di pesantren.
Pada dasarnya pondok
pesantren merupakan lembaga pendidikan yang tidak memandang strata sosial,
lembaga ini dapat dinikmati semua lapisan masyarakat, laki-laki - perempuan,
tua- muda, miskin-kaya, mereka semua dapat menikmati pendidikan di lembaga ini.
Di banyak tempat istilah
yang identik dengan pondok pesantren ini juga mempunyai banyak persamaan nama,
di Jawa dan Madura istilah yang sering digunakan adalah pondok atau pondok
pesantren[2].
Sedangkan di Minangkabau pesantren pesantren lebih dikenal dengan istilah “surau”.
Sebagai lembaga pendidikan
lanjut, pesantren merupakan tempat yang mengkonsentrasikan para santrinya untuk
diasuh, dididik dan diarahkan menjadi manusia yang paripurna oleh kyai atau
guru. Lalu sebenarnya kapan pondok pesantren berdiri di Nusantara?.
Data sejarah tentang kapan
pesantren berdiri, siapa pendiri, serta dimana saja detail berdirinya sulit
untuk ditelusuri. Data dan keterangan tentang pesantren tidak didapatka secara pasti. Dari hasil
pendataan yang dilakukan oleh Subdit Pesantren Depag R.I.
pada tahun 1994/1995 diperoleh keterangan bahwa pondik pesantren tertua
didirikan pada 1062 dengan nama Pesantren
Jan Tampes II di Pamekasan, Madura. Namun data ini kemudian memunculkan
pertanyaan lebih lanjut : Jika ada pesantren Jan Tampes II, tentu ada pesantren
Jan Tampes I yang usianya pastinya lebih tua, sayangnya data tersebut tidak
mengikutkan data tentang Jan Tampes I yang mungkin usianya lebih tua.
Pesantren adalah lembaga
yang biasa dikatakan merupakan wujud proses wajar perkembangan system
pendidikan nasional. Secara histori pesantren tidak hanya identik dengan makna
keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian (Indigenius) Indonesia .
Karena, sebelum datangnya islam ke Indonesia
pun lembaga serupa pesantren ini sudah ada di Indonesia dan Islam tinggal
meneruskan, melestarikan dan mengislamkan. Secara sudut pandang histori
pesantren merupakan hasil akulturasi (penyerapan) kebudayaan Hindu-Budha dan
kebudayaan Islam yang kemudian menjelma menjadi satu lembaga yang kita kenal
sebagai pesantren seperti sekarang ini.
Sekedar sebagai contoh
adalah pola pergaulan antara guru dan murid, dalam hal ini kyai dan santri.
Pola ini pada dasarnya mirip dengan pola pergaulan antara guru dan cantrik pada
masa Hindu dan Budha, yang mana pada waktu itu cantrik punya motivasi yang
sangat kuat untuk mengikuti semua perilaku gurunya dan tampaknya masih lestari
sampai saat ini di dunia pesantren, walaupun tidak sama persis dengan tradisi
guru dan cantrik pada masa Hindu dan Budha.
Ditinjau dari aspek
historis, pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, pada dasarnya merupakan
kelanjutan dari pendidikan yang dilaksanakan oleh masjid[3].
Seiring dengan perkembangan zaman lambat laun pola pendidikan dan pengajaran
yang dirintis dan diselenggarakan oleh masjid ini mengalami banyak perubahan
dan pembaharuan-pembaharuan. Maka berawal dari pendidikan itu muncullah
pendidikan pesantren sebagai solusi dan alternative pendidikan yang
diselenggarakan oleh masjid. Oleh sebab itu, pendidikan yang diselenggarakan
oleh masjid merupakan embrio pendidikan pesantren[4].
Bahkan dalam perjalanan selanjutnya, masjid disebut-sebut merupakan salah satu
elemen dasar pendidikan pesantren.
Ditinjau dari aspek
material, bahwa materi yang disajikan dalam pola pendidikan paling tradisional
ini adalah materi-materi elementer, materi yang dasar dan sederhana. Contohnya
: wudlu, shalat dan do’a-do’a, serta membaca Al-Qur’an sesuai dengan ilmu yang
ada (tajwid), gharib, qasidah-qasidah
dan Al-Barzanji. Materi dalam pola pendidikan masjid/langgar ini, menurut Prof.
Mahmud Yunus dapat diklasifikasikan dalam 2 (dua) kategori, yaitu :
1.
Tingkatan
rendah, merupakan tingkatan pemula yaitu mulainya mengenal huruf-huruf
hijaiyyah sampai dengan dapat membacanya, dan anak-anak hanya belajar pada
malam dan pagi hari sesudah shalat shubuh.
2.
Tingkatan
atas, pelajarannya selain tersebut di atas, ditambah lagi pelajaran tajwid,
barzanji, kitab-kitab kuning serta pelajaran lagu dan qasidah.
Berdasarkan deskripsi
singkat di atas, menjadi jelas bahwa masjid merupakan embrio pendidikan
pesantren, serta pendidikan di masjid merupakan
pendidikan Islam yang paling sederhana, yang mana materi pokoknya adalah
membaca Al-Qur’an dan pengajaran kitab (yang diselenggarakan pesantren)
merupakan pendidikan lanjutan. Jadi pada waktu itu pesantren bisa dikatakan
merupakan pendidikan tingkat tinggi dan menengah[5].
Pendidikan mengandung makna
yang luas dan kompleks. Pendidikan merupakan pengajaran yang lebih, biasa
berbentuk pengajaran-pengajaran kalau bersifat perasaan atau afeksi, latihan
kalau bersifat motoris[6].
Dengan kata lain pendidikan harus mampu mengembangkan semua potensi peserta
didik yang ujung-ujungnya adalah kepribadian yang paripurna (Insan Kamil).
Sebagai lembaga pendidikan
Islam, maka pesantren tidak hanya bertugas menyelenggarakan pengajaran saja,
tetapi juga harus mendidik santri-santrinya menuju insan yang paripurna.
Berawal dari sini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa secara ideal pesantren
harus didukung elemen-elemen dasar, sehingga mampu menjalankan peranannya
sebagai lembaga pendidikan Islam.
Menurut Zamakhasyari
Dhofer, pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam harus didukung lima elemen dasar yaitu,
pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab klasik dan kyai[7].
Senada dengan pendapat Prof. Mukti Ali, bahwa pesantren merupakan lembaga
pendidikan Islam yang di dalamnya terdapat seorang kyai (pendidik) yang
mengajar dan mendidik para santri (peserta didik) dengan sarana masjid yang
digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta didukung adanya
pondok sebagai tempat tinggal para santri[8].
Dari beberapa pendapat di
atas, dapat disimpulkan bahwa pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tidak
akan lepas dan harus didukung paling tidak lima elemen yang mendasarinya.
Dengan demikian sebagai
lembaga pendidikan Islam, maka pesantren di damping harus memadukan elemen
dasar di atas, juga dapat memadukan
unsure-unsur internal islam sebagai agama,. Unsur-unsur internal
tersebut antara lain :
1.
Ibadah
untuk menanamkan iman dan takwa terhadap Allah SWT.
2.
Tabligh
untuk penyebaran ilmu.
3.
Amal untuk
mewujudkan kemasyarakatan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan kombinasi yang
harmonis, di antara elemen dasar di atas dan didukung unsure-unsur internal
Islam sebagai agama, maka diharapkan pesantren dapat memainkan fungsinya secara
optimal di tengah-tengah masyarakat muslim Indonesia . Menurut Azyumardi Azra,
fungsi minimal yang harus dijalankan oleh pesantren adalah sebagai berikut :
1.
Transmisi
ilmu pengetahuan Islam (Transmision Of
Islamic Knowledge);
2.
Pemeliharaan
tradisi Islam (Maintenance Of Islamic
Tradision);
3.
Pembinaan
calon-calon ulama’ (Reproduction Of
Ulama’)[9].
Fungsi ini merupakan fungsi
minimal yang harus dijalankan pesantren, apapun coraknya baik pesantren yang
bercorak Salaf maupun Khalaf
ataupun corak-corak lain[10].
Dalam hal ini, Madjid
berpendapat bahwa tujuan pendidikan peslah membentuk manusia yang memiliki
kesadaran yang tinggi bahwa Islam merupakan Weltanschaung
yang bersifat komprehensif. Selain itu juga diharapkan memiliki kemampuan yang
tinggi untuk mengadakan responsi terhadap tantangan-tantangan dan
tuntutan-tuntutan hidup dalam konteks ruang dan waktu yang ada.
Menurut Amal Fathullah
Zarkasyi, tujuan pondok pesantren yang
ingin dicapai adalah pembentukan manusia yang :
1.
Bertakwa
kepada Allah dan menjalankan syari’at Islam
2.
Berperangaikan
manusia Indonesia
yang terpuji
3.
Berbudi
luhur, berbadan sehat, berpengetahuan luas dan berfikir bebas
4.
Berguna
bagi masyarakat
5.
Berbahagia
lahir batin di dunia dan di akhirat[11]
Jadi sesuai dengan uraian di
atas, bahwa tujuan pendidikan pesantren pada dasarnya adalah membentuk insan
muslim yang berkepribadian paripurna (Insan
Kamil). Maka kemudian yang menjadi persoalan saat ini adalah bagaimana
pesantren (dengan elemen-elemen dasarnya) merespons dan menyikapi berbagai
perubahan dalam era modernisasi dan globalisasi yang serba menuntut skill santri.
Berangkat dari latar belakang
tersebut, maka sebenarnya posisi strategis pesantren sebagai lembaga pendidikan
cukup dilematis. Di satu sisi pesantren mempunyai cirri khas tradisi yang perlu
dilestarikan, sedangkan di sisi lain lembaga pesantren merasa mempunyai
tanggung jawab besar dalam mengemban amanat dakwah Islam yang selalu dihadapkan
dengan kondisi zaman yang selalu berubah, terlebih lagi modernisasi yang
ditawarkan lebih mempunyai banyak kelemahan.
Dengan demikian, dinamika
pengembangan pendidikan pesantren sebenarnya tidak bertentangan dengan motto
pesantren itu sendiri, yaitu memelihara cara lama yang baik dan mengembangkan
cara baru yang lebih baik.. dengan kata lain pesantren sudah selayaknya menjadi
lembaga Taffaquh Fiddin dalam arti luas.
Dari uraian di atas sebenarnya
mengandung beberapa persoalan yang cukup menarik, yang selanjutnya akan dikaji
oleh penulis. Kondisi saat ini
menuntut sebuah lembaga pendidikan khususnya pondok pesantren agar mampu
mempersiapkan kader-kader santri menyikapi berbagai perubahan terjadi di tengah-tengah
masyarakat modern. Pesantren juga harus mampu mempertahankan eksistensinya.
Terlepas
dari pembahasan penelitian penulis yang memungkinkan didapatkan berbagai
anggapan yang berusaha menyimpulkan titik temu perkembangan suatu lembaga, maka
dalam setiap kata penulis berhati-hati dalam berargumen. Hal itu hanya untuk menghindari berbagai persepsi salah yang juga
dimungkinkan, mengingat penulis juga manusia yang tidak sempurna.
Setelah kita mengetahui hal
itu, kemudian mengapresiasinya sehingga kita dapat menemukan pola pendidikan
pesantren yang bisa dijadikan alternative ataupun referensi agi pendidikan sekarang dan
masa depan. Inilah yang akan menjadi kajian penelitian ini engan menampilkan
profil sebuah pondok pesantren salaf yang tetap berdiri di tengah-tengah system
pendidikan yang serma modern. Maka dalam hal ini cukup menarik untuk penulis
kaji lebih dalam. Dan apabila mungkin tugas peulis meneliti lebih jauh
kelebihan dan kekurangan dari lembaga ini agar dapat diambil manfa’at dari
penelitian ini.
Berangkat dari hal tersebut,
penulis bermaksud mengkaji persoalan ini yang menurut penulis hal yang telah diungkapkan tersebut penting untuk diketahui bersama dalam bentuk pemaparan
yang lebih mendalam yaitu dalam bentuk skripsi dengan
judul :
“PERKEMBANGAN SISTEM PEMBELAJARAN
DI PONDOK PESANTREN EL-HUSNA, DESA BAKALAN, KECAMATAN KANDEMAN, KABUPATEN
BATANG“.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah
perkembangan sistem pembelajaran di Pondok Pesantren El-Husna, Desa Bakalan, Kecamatan Kandeman,
Kabupaten Batang?
2.
Apakah yang melatar belakangi perkembangan sistem pembelajaran di Pondok Pesantren El-Husna?
C. Penegasan
Istilah
Untuk menghindari
salah persepsi dalam pemahaman persoalan ini, maka dirasa perlu untuk
memberikan kejelasan istilah dari kajian ini, yaitu :
a)
Perkembangan
Perkembangan adalah proses,
cara mengembangkan[12].
Istilah perkembangan
dalam konteks ini mencakup dua proses yaitu menggalakkan
kembali nilai-nilai positif yang telah ada (lama), di samping juga mencakup
pergantian nilai-nilai lama dengan nilai-nilai baru yang di anggap lebih
sempurna. Dalam hal ini penulis lebih memfokuskan pada
pengembangan institusi ke lima elemen dasar pesantren.
b)
Sistem
Dalam kamus ilmiah bahasa banyak
ditemukan makna dari istilah Sistem , namun pada dasarnya sistem adalah metode,
cara yang teratur (untuk melakukan sesuatu)[13]. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia sistem berarti perangkat unsur yang secara teratur
saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas[14].
Sedangkan dalam konteks bahasan ini sistem digunakan sebagai suatu cara yang
digunakan dalam mengembangkan pembelajaran.
c)
Pembelajaran
Istilah pembelajaran banyak sekali
makna yang terdapat dalam beberapa referensi. Dalam kamus Bahasa Indonesia
disebutkan bahwa pembelajaran adalah prose, cara, perbuatan menjadikan makhluk
hidup belajar[15]. Dalam konteks ini yang
dimaksudkan pembelajaran oleh peneliti adalah aktifitas yang dilakukan oleh
lembaga pendidikan dalam mengembangkan kemampuan berfikir siswa.
d)
Pondok Pesantren
Banyak
makna ditemukan penulis menurut berbagai pakar, seperti dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, pesantren merupakan asrama dan tempat para murid belajar
mengaji[16],
sedangkna dalam psikologi pendidikan, pesantren dimaknai dengan tempat orang
berkumpul untuk belajar agama Islam[17].
Dan pesantren sebagai Lembaga
Pendidikan Islam, mempunyai elemen-elemen dasar yaitu pondok, masjid,
pengajaran kitab-kitab klasik, santri dan kyai.
- Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan pokok masalah di atas, maka
tujuan yang hendak dicapai penulis adalah :
1.
Menggambarkan
profil pesantren, bahwa tidak semua lembaga pendidikan tradisional seperti pesantren
tertinggal di tengah-tengah deru modernisasi. Tetapi justru menunjukkan
eksistensinya yang dinamis, baik kelembagaan maupun sistem pendidikannya,
sebagai contoh adalah Pondok Pesantren El-Husna Kandeman. Dalam hal ini penulis mencoba menyajikan profil
Pondok Pesantren El-Husna.
2.
Untuk
mengetahui perkembangan sistem pembelajaran
yang ditawarkan pondok pesantren El-Husna dalam
beradaptasi dengan masyarakat yang selalu berubah.
Adapun signifikasi penulisan kajian ini
adalah sebagai berikut :
1.
Memberi
wacana dan membuka wawasan bagi para pembaca tentang pesantren dan elemen dasar
serta perkembangannya.
2.
Memberi
khasanah pemikiran islam, khususnya keistimewaan-keistimewaan pesantren agar
pesantren tetap survive.
- Kajian Pustaka
1. Analisis
Teoritis
Pondok
pesantren secara definitif tidak dapat diberikan batasan yang tegas, melainkan
terkandung fleksibilitas pengertian yang memenuhi ciri-ciri yang memberikan
pengertian baik secara arti maupun fungsi pondok pesantren.
Maka
dengan demikian sesuai dengan arus dinamika zaman, definisi serta persepsi
tentang pondok pesantrenpun berubah. Kalau dulu pesantren adalah lembaga
pendidikan tradisional maka persepsi itu tidaklah benar.
- Metode Penelitian
Adapun obyek penelitian ini adalah Pondok
Pesantren El-Husna. Penelitian ini tidak menggunakan responden sebagai subjek
penelitian, tetapi memilih informan, karena pendekatan penelitian ini adalah
kualitatif. Informan dalam penelitian ini adalah pimpinan Pondok, beberapa
ustadz, pengurus pesantren, para santri dan bila mungkin tokoh masyarakat
terkait yang tinggal di sekitar pesantren.
Ada sumber data yang dijadikan acuan
dalam penelitian ini, diambil dari berbagai sumber diantaranya :
1.
Sumber
data kepustakaan dan lapangan
Merupakan sumber data yang langsung
didapat dari penulis (orang pertama)[18].
Karena kajian yang dibahas oleh penulis bukan kajian tokoh, melainkan kajian
institusional/kelembagaan, maka sumber primer yang dimaksudkan oleh penulis
adalah semua kajian tentang pesantren yang ditulis orang yang mempunyai
otoritas tentangnya.
Data lapangan diperoleh dari informan
meliputi kyai, santri, ustadz, masyarakat sekitar pondok pesantren, dan
dokumen-dokumen pondok pesantren yang relevan dengan penelitian ini.
2.
Meode
pengumpulan data
Untuk memperoleh data yang diperlukan
dalam penyusunan dan penulisan skipsi ini penulis menggunakan beberapa metode
sebagai berikut :
a.
Metode
Observasi
Observasi adalah pengamatan secara
langsung dan pencatatan dengan sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki[19].
Adapun jenis metode observasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah jenis non partisipan dimana peneliti
tidak ambil bagian dalam kehidupan subjek yang diobservasi. Metode ini
digunakan untu mempeeroleh data tentang situasi dan kondisi obyektif pesantren
yang meliputi keterpaduan konsep yang dikaji.
b.
Metode
Interview
Metode interview adalah proses tanya
jawab dalam penelitian dan berlangsung secara lisan dua orang atau lebih dengan
bertatap muka dan mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau
keterangan-keterangan[20].
Pada teknik ini peneliti dating secara
langsung pada informan atau obyek yang diteliti, dengan menanyakan sesuatu yang
telah direncanakan.
c.
Metode
Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data
mengenai hal-hal atau variable yang berupa skripsi, surat , lembar majalah, agenda dan sebagainya[21].
Pada teknik ini peneliti dimungkinkan memperoleh
informasi dari berbagai macam sumber tertulis atau dokumen yang ada pada
informan.
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan
data-data yang berkaitan dengan kajian yang berasal dari dokumen-dokumen.
d.
Metode
Analisis Data
Setelah data terkumpul dari
sumber-sumber di atas, maka tindakan selanjutnya adalah :
a)
Analisis
Analisis data adalah proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke suatu pola, kategori, dan satuan
uraian dasar[22].
Analisis adalah tahap penting yang menentukan corak hasil penelitian, sebab
pada tahap ini data akan diolah menurut pola pemikiran peneliti.
Karena skripsi ini bersifat
Kualitatif-Deskriptif, maka dalam menganalisa data yang terkumpul dengan
metode-metode di atas, kemudian dianalisa dengan langkah sebagai berikut :
1)
Menelaah seluruh
data yang terkumpul dari berbagai sumber, mengadakan reduksi data yang
dilakukan dengan jalan abstraksi yaitu usaha membuat rangkuman proses
pernyataan-pernyataan yang dirasa perlu.
2)
Menyusun
data dalam satuan-satuan atau mengorganisasikan pokok-pokok pikiran tersebut
dengan cakupan focus penelitian dan mengkaji secara deskriptif.
3)
Mengadakan
pemeriksaan keabsahan data pada hasil penelitian dengan cara menghubungkannya
dengan teori.
4)
Mengambil
kesimpulan[23].
Cara ini digunakan penulis,
khususnya ketika mengkaji tentang keistimewaan-keistimewaan pesantren.
b)
Sintesis
Adalah cara penanganan terhadap suatu
obyek ilmiah tetentu dengan jalan menghubungkan pengertian yang satu dengan
yang lain agar diperoleh pengertian baru[24].
Cara kedua ini banyak dipergunakan oleh
penulis ketika membahas dinamika elemen pesantren secara umum.
c)
Deskriptif
Merupakan akumulasi data dasar dengan
cara deskriptif (penggambaran) semata-mata, tidak perlu menerangkan saling
hubungan, mengetes hipotesis ataupun tindakan-tindakan lain.
Cara ini digunakan penulis ketika
membahas potret secara umum.
Disamping dengan tiga cara analisa diatas,
penulis masih mempergunakan metode berfikir deduktif-induktif.
1.
Deduktif
Merupakan cara berfikir yang dalam
mengambil kesimpulan berangkat dari perisstiwa-peristiwa yang sifatnya umum
kemudian ditarik generalisasi-generalisasi secara khusus[25].
2.
Induktif
Merupakan cara berfikir dalam
mengambil kesimpulan berangkat dari fakta-fakta yang sifatnya khusus, kemudian
ditarik generalisasi yang mempunyai sifat umum[26]
.
Kedua metode berfikir ini sangat
membantu sekali terutama ketika penulis mengkaji dinamika elemen dasar
pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dan keistimewaannya.
- Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah mempelajari dan memahami
skripsi ini, maka dalam pembahasan skripsi ini dibagi menjadi lima bab. Untuk lebih jelasnya, penulis
menyusun sistematika sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
Pendahuluan
menguraikan kerangka dasar bagi penelitian ini yang berisikan sub-sub bab yaitu
pendahuluan, latar belakang masalah, pokok rumusan masalah,
penegasan istilah, tujuan dan signifikasi penulisan, metodologi dan sistematika
penulisan skripsi.
Bab II Landasan Teori
Dimaksudkan penulis
sebagai pengantar tentang kerangka teori terhadap konsep lima elemen dasar
pesantren yang sudaha ada menurut beberapa referensi, di dalamnya juga meliputi
pengertian pesantren, tipologi pesantren, dan system pendidikan pondok
pesantren.
Bab III Hasil
Penelitian dan Pembahasan
Dalam bab ini akan
penulis arahkan untuk mencermati beberapa hal, profil Pesantren El-Husna dari awal berdirinya, salah satu
profil pondok pesantren salaf yang menunjukkan eksistensinya secara dinamis.
Dipaparkan melalui perjalanan perkembangannya, Landasan Pendidikan, Sistem Pendidikan di sana,
hingga dipaparkan gambaran tentang keadaan sosiologis desa Kandeman dan
sekitarnya.
Kemudian diurai
sedikit dinamika kehidupan pesantren El-Husna.
Bab IV Analisis
Implementasi Konsep Lima
Elemen Dasar Pesantren
Merupakan hasil
analisis implementasi sistem
pendidikan Pesantren di Pesantren El-Husna Kandeman
saat ini, dengan meninjau kembali sistem
pendidikan Pesantren yang telah berjalan dari semula
berdirinya hingga kini sebagai konsistensi kelembagaan.
Setelah berhasil
ditemukan hasil analisis sementara maka akan dapat ditarik benang putih yaitu sistem pendidikan di
Pesantren El-Husna sebagai salah satu pola pendidikan yang dapat dijadikan
alternatif
pengembangan pola pendidikan Islam saat ini.
Bab V Penutup
Merupakan penutup
dari pembahasan penelitian ini yang berisi Penutup, Kesimpulan, Kritik dan
saran/rekomendasi.
[2] Zamakhsyari Dhofer, Tradisi
Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,LP3ES, Jakarta , 1984, hlm. 18
[3] Karel A. Steen brink, Pesantren
Madrasah Sekolah, LP3ES, Jakarta ,
1974, hlm. 10
[4] Zamakhsyari Dhofer, Op. Cit,
hlm. 20
[5] Karel A. Steen brink, Op.
Cit, hlm. 10
[6] Hasan Langgulung, Pendidikan
Islam Menghadapi Abad Ke-21, Al-Husna, Jakarta , 1985, hlm. 135
[7] Zamakhsyari Dhofer, Op. Cit,
hlm. 44
[8]Mukti Ali, Beberapa Persoalan
Agama Dewasa Ini, Rajawali, Jakarta ,
1987, hlm. 16
[9]Azyumardi Azra, Esei-Esei
Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta , 1998, hlm. 89
[10] Zamakhsyari Dhofer, Op. Cit,
hlm. 41
[11] Adi Sasono, Solusi Islam Atas
Problematika Umat Ekonomi, Pendidikan, Dakwah, Gema Insani Press, Jakarta , 1998, hlm. 127
[14] Depdiknas, Kamus Besar
Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hlm.
1320
[17] Poerbakawatja, Ensiklopedi
Pendidikan, Gunung Agung, Jakarta ,
1981, hlm. 279
[18]Suharismi Arikunto, Manajemen
Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta ,
1990, hlm. 337
[19] Sutrisno Hadi, Metodologi
Research, Gajahmada Press, Yogyakarta ,
1989, hlm. 136
[20] Chalid Narbuko, Metodologi
Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta ,
1999, hlm. 83
[21] Sutrisno Hadi, Metodologi
Research, Jilid I, Yogyakarta , 1994, hlm.
42
[22]Sukardi, Metodologi Penelitian
Kompetensi dan Praktiknya, Bumi Aksara, Jakarta , 2003, hlm. 164
[23] Lexy J. Moleng, Metode
Penelitian Kwalitatif, Remaja Rosyda Karya, Bandung , 2005. hlm. 247
[24] Ibid. hlm. 23
[25] Sutrisno Hadi, Metodologi
Research, Jilid I, Yogyakarta , 1994, hlm.
36
[26] Sutrisno Hadi, Metodologi
Research, Gajahmada Press, Yogyakarta ,
1989, hlm. 136
0 Response to "SKRIPSI : PERKEMBANGAN SISTEM PEMBELAJARAN DI PONDOK PESANTREN EL-HUSNA KANDEMAN BATANG"
Post a Comment